Dalam dunia pewayangan, yang berinduk dari Ramayana dan Mahabharata, dikenal banyak wanita yang memang berjiwa satriya. Satriya di sini bukan berarti pandai berperang, tetapi memiliki ketahanan mental spiritual yang melebihi satriya. Kita sebut saja, ada Dewi Shinta (isteri Rama), Dewi Wara Sembadra (isteri Arjuna), Dewi Drupadi (isteri Pendhawa), Srikandhi (isteri Arjuna).
Dewi ShintaDewi Shinta merupakan tititsan bidadari yang bernama Dewi Sri. Tokoh ini menjadi fokus utama dalam kisah Ramayana. Dewi Shinta merupakan Putra Prabu Riskala di Negara Darawati. Raja Darawati semula hatinya sangat bersedih karena belum juga memiliki putra, ia kemudian berendam di dalam air. Ketika berendam itu, dia melihat dari kejauhan tampaklah ada sinar kemerah-merahan dari sebuah gendaga yang terapung. Prabu Riskala terkejut setelah mengetahui kalau di dalam gendaga itu ada bayi yang sangat jantik jelita, dinamailah dirinya Dewi Shinta. Menurut versi lain Shinta merupakan putra Prabu Janaka di Negara Mantilireja. Shinta merupakan isteri Ramabadra/Ramawijaya dari Negara Ayodya, dari perkawinan itu menghasilkan dua putra yang bernama Lawa (Rawabatlawa) dan Kusa (Ramakusa).
Dewi Shinta dilukiskan sebagai sosok wanita yang bertabita halus, dengan posisi muka luruh, bermata liyepan, berhidung lancip (walimiring) dan bermulut salitan. Ada penggambaran sinom yang terurai di dahinya dengan mahkota gundulan berhias jamang sadasaler, sumping mangara dengan cunduk bintulu (gelapan alit). Rambut ngore gendong, badan putren dengan sampir bermotif kembangan. Ia mengenakan kelatbahu naga pangangrang, gelang calumpringan, binggel sebagai gelang kaki. Putren ini ditampilkan dengan muka dan badan gemblaeng. Wanda : Rangkung, sedet dan Padasih.
Seperti janji Batara Wisnu dengan Dewi Sri, jika telah menitis ke bumi akan selalu berdampingan. Oleh karena itu berdasarkan bisikan dewa bahwa putranya adalah titisan Dewi Sri, maka Prabu Janaka mengadakan sayembara mementang busur. Sayembara itu dimenangkan Ramawijaya/Ramabadra. Kemudian Dewi Shinta diboyong ke Ayodya.
Di Ayodya terjadi intrik-intrik yang dilakukan selir, Dewi Kekayi. Dia ingin anaknya menjadi Raja, sehingga dengan daya upaya mengusir Rama.
Ketika Ramawijaya, Dewi Sinta, dan Raden Lesmana berada di atas Dandaka, mereka telah dimata-matai oleh Sarpakenaka dan Dasamuka. Keduanya mempunyai akal bulus untuk memisahkan Shinta dari Lesmana dan Rama. Dasamuka memerintahkan Marica untuk menjadi kijangemas. Girang bukan kepalang melihat kijangmas itu menarik Shinta untuk memegangnya, sehingga Ramawijaya mengejarnya. Oleh karena Shinta khawatir dengan keadaan Ramawijaya, maka dia mengutus Lesmana untuk mencarinya.
Pada saat Rama dan Lesmana pergi, Dasamuka menyamar jadi pengemis tua, hanya dengan cara inilah dia bisa menembus lingkaran sakti Lesmana. Shinta berhasil diculik Dasamuka dibawa ke Alengka.
Di Alengka Dasamuka berdaya upaya agar Dewi Shinta bersedia melayani nafsunya, tetapi berulangkali Dewi Shinta berhasil menolaknya. Sampai pada akhirnya Anoman datang, yang memberi pertolongan.
Setelah perang antara Ramawijaya cs melawan Dasamuka cs, Ramawijaya meragukan kesucian Dewi Shinta. Oleh karenanya Dewi Shinta masuk ke lautan api. Atas karunia Batara Endra, maka Dewi Shinta tidak hangus dan dinyatakan suci.
Dewi Srikandhi
Dewi Wara Srikandi adalah putra Prabu Drupada raja Pancalareja dengan permaisurinya Dewi Gandawati. Ia merupakan istri Arjuna yang mendapat tugas sebagai penjaga keselamatan dan ketentraman kasatriyan Madukara. Dalam perkawinan itu dia tidak mendapatkan putra. Dewi Wara Srikandi memiliki saudara kandung bernama Dewi Drupadi yang menjadi isteri Prabu Puntadewa. Tokoh Putren ini menyukai keprajuritan terutama dalam memainkan senjata panah. Oleh karenanya dia suka diidolakan.Dewi Wara Srikandi dalam penampakannya wayang kulit dilukiskan sebagai tokoh dengan penampilan branyak (lanyap) dengan posisi muka langak, bermata liyepan, berhidung lancip (walimiring) dan bermulut salitan. Ia bermahkota gundulan dengan sinom yang menghiasi dahinya mengenakan jamang sadasaler dengan sumping prabangyungyung. sarira weweg (padat berisi) rambut ngore gendrong, mengenakan busana putren dengan smekan gadung mlati, pinjong dengan dodot bermotif semen jrengut seling gurda dan samparan kain panjang bermotif kawung. Tokoh ini banyak memakai atribut seperti kelatbahu dan gelang, tetapi ditampilkan polos. Dewi Wara Srikandi bermuka dan berbadan gembleng, wanda golek, nenes, patrem. Ada kalanya tampil dengan busana prajurit saat menjadi Senapati Agung dalam Perang Baratayudha.
Keinginan kuatnya untuk menguasai keahlian keprajuritan telah membuatnya belajar tidak mengenal waktu. Sebagai akibatnya itu hubungan Raden Arjuna dan Dewi Wara Sembadra menjadi renggang. Arjuna jatuh cinta padanya. Sebelum dinikahi Arjuna, Srikandi minta syarat agar dicarikan perempuan yang lebih pandai darinya yang bisa mengunggulinya. Dengan saksi Prabu Kresna Dewi Larasati berhasil mengalahkannya. Oleh karenanya Dewi Srikandhi dijadikan isteri kedua. (Ini mungkin sisi kejelekan dari Srikandi). Dalam Perang Baratayudha, dia diangkat menjadi Senopati Agung yang melawan Resi Bisma.
Dewi Wara Sembadra
Dewi Wara Sembadra adalah putri Prabu Basudewa Raja Mandura dengan Permaisuri Dewi Badraini. Ia memiliki dua saudara laki-laki, yakni Raden Kakrasana atau Prabu Baladewa, dan Raden Narayana atau Prabu Kresna di Dwarawati. Ia menikah dengan Arjuna dan berputra Raden Abimanyu. Dia merupakan titisan Dewi Sri. Wataknya setia, suka menolong, hambeg para marta dan sebagainya. Lahirnya bersamaan dengan Arjuna, kemudian dipertunangkan. Dewi Wara Sembadra memiliki nama lain Dewi Mrenges, Rara Ireng, dan Bratajaya. Ketika ditinggalkan Dewi Sri, dia menjadi sakit-sakitan, tetapi begitu Dewi Sri kembali padanya, Wara Sembadra sembuh. Raden Arjuna sendiri memiliki beberapa isteri, antara lain Dewi Wara Sembadra, Dewi Larasati, Dewi Ulupi, Dewi Srikandi, Dewi Dresanala, Dewi Jiwambang, Dewi Wilutama, Endang Manuhara. Dewi Drupadi
Dewi Drupadi putri Prabu Drupada Raja Cepala, Ia diperisteri Prabu Puntadewa, Raja Astina, kemudian berputra Raden Pancawala. Dewi Drupadi dilukiskan sebaya wayang kulit dengan karakter luruh, posisi muka tumungkul, dengan mata liyepan, hidung lancip, mulut salitan.
Ketika ada di dalam perjamuan makan antara Pandhawa dan Kurawa, hampir saja dia hendak dipermalukan oleh keluarga Kurawa. Hampir saja busananya ditarik sehingga kelihatan tubuhnya, tetapi dengan bantuan Prabu Kresna, busananya menjadi kian tebal, karena ternyata kain yang membungkus badan Dewi Drupadi menjadi panjang, kian panjang, seolah-olah tidak akan ada ujung pangkalnya. Padahal Dewi Drupadi sudah khawatir dengan posisinya saat itu. Akan tetapi rambutnya berhasil diuraikan, sehingga dia bersumpah tidak akan menyanggul rambutnya sebelum bersampokan darah Dursasana.
Sumber : Sunarto dan Sagio, Wayang Kulit Gaya Yogyakarta, Pemprov DIY, 2004