Petruk adalah punakawan (jawa) di pihak keturunan/trah witaradya. Petruk tidak disebutkan dalam kitab mahabarata. Jadi jelas bahwa kehadirannya dalam dunia pewayangan merupakan gubahan asli jawa.
Dasanama :
Dawala
Kantong Bolong
Dublajaya
Pentungpinanggul
Menurut pedalangan ia adalah anak pendeta raksasa di pertapaan dan bertempat di dalam laut bernama Begawan Salantara. Sebelumnya ia bernama Bambang Pecrukpanyukilan. Ia gemar bersenda gurau, baik dengan ucapan maupun tingkah laku dan senang berkelahi. Ia seorang yang pilih tanding/sakti di tempat kediamannya dan daerah sekitarnya. Oleh karena itu ia ingin berkelana guna menguji kekuatan dan kesaktiannya. Di tengah jalan ia bertemu dengan Bambang Suksdadi daeri pertapaan Bluluktiba yang pergi dari padepokannya di atas bukit, untuk mencoba kekebalannya. Karena mempunyai maksud yang sama, maka terjadilah perang tanding. Mereka berkelahi sangat lama, berhantam, bergumul, tarik menarik, tendang-menendang, injak-menginjak, hingga tubuhnya menjadi cacat dan berubah sama sekali dari wujud asalnya yang tampan. Perkelahian ini kemudian dipisahkan oleh Smarasanta dan Bagong yang mengiring Batara Ismaya. Mereka diberi fatwa dan nasihat sehingga akhirnya keduanya menyerahkan diri dan berguru kepada Smara/Semar dan mengabdi kepada Sanghyang Ismaya. Demikianlah peristiwa tersebut diceritakan dalam lakon "Batara Ismaya Krama".
Karena perubahan wujud tersebut masing-masing kemudian berganti nama :
Bambang Pecrukpanyukilan menjadi Petruk,
Bambang Suksdadi menjadi Gareng
Mulai saat itu punakawan tersebut menjadi empat orang, yaitu :
Semar/Smarasanta
Bagong yang terjadi dari bayangan Semar
Gareng/Bambang Suksdadi dan
Petruk/Bambang Pecruk Penyukilan
Menurut pedalangan panakawan tersebut urutan kekeluargaannya diceriterakan, bahwa Semar menjadi ayah dari Bagong, Gareng dan Petruk, sedang Bagong merupakan saudara yang termuda diantara ketiganya. Jadi urutannya:
1. Semar: sebagai ayah
2. Gareng: anak pertama/sulung
3. Petruk: anak kedua dan
4. Bagong: anak ketiga/bungsu
Petruk mempuyai isteri bernama Dewi Ambarawati, putrid Prabu Ambarasraya raja Negara Pandansurat yang didapatnya melalui perang tanding. Para pelamarnya antara lain: Kalagumarang, Prabu Kalawahana raja raksasa di Guwaseluman.Petruk harus menghadapi mereka dengan perang tanding dan akhirnya ia dapat mengalahkan mereka dan keluar sebagai pemenang. Dewi Ambarawati kemudian diboyong ke Girisarangan dan Resi Pariknan yang memangku perkawinannya. Dalam perkawinan ini mereka mempunyai anak seorang priya dan diberi nama Lengkungkusuma.
Oleh karena Petruk merupakan tokoh pelawak/dagelan (jawa), kemudian oleh seorang dalang digubah suatu lakon khusus yang penuh dengan lelucon-leluon dan kemudian diikuti dalang-dalang lainnya, sehingga terdapat banyak sekali lakon-lakon yang menceritakan kisah-kisah Petruk yang menggelikan, antara lain: lakon ”Petruk Ilang Petele” menceritakan pada waktu Petruk kehilangan kapak/petel-nya. Didalam kisah ”Ambangan Candi Spataharga/Saptaraga”, Dewi Mustakaweni, putri dari negara Imantaka, berhasil mencuri pusaka kalimasada dengan jalan menyamar sebagai kerabat Pandawa (Gatotkaca), sehingga dengan mudah ia dapat membawa lari pusaka tersebut. Kalimasada kemudan menjadi bahan perebutan antara kedua negara itu. Di dalam kekeruhan dan kekacauan yang timbul tersebut, Petruk mengambil kesempatan menyembunyikan Kalimasada, sehingga karena kekuatan dan pengaruhnya yang ampuh, Petruk dapat menjadi raja menduduki singgasana kerajaan Lojitengara dan bergelar Prabu Welgeduwelbeh (Wel Edel Bey); sanggitan/gubahannya sangat penuh dengan kelucuan-kelucuan yang mengasyikan. Lakon ini meripakan sindiran/pasemon (jawa) betapa penjajah Belanda memerintah rakyat Indonesia pada jaman Mataram; dengan sekehendak hatinya mereka menguasai tanah, hasil bumi, hasil tambang, pajak-pajak, wanita dan jiwa rakyat semuanya untuk kepentingan dirinya (penjajah). Lakon ini terkenal dengan judul ”Petruk Dadi Ratu”. Prabu Welgeduwelbeh/Petruk dengan kesaktiannya dapat membuka rahasia Prabu Pandupragola, raja negara Tracanggribig, yang tiada lain adalah kakaknya sendiri , yaitu Nala Gareng. Dan sebaliknya Bagong-lah yang menurunkan Prabu Welgeduwelbeh dari tahta kerajaan Lojitengara dan badar/terbongkar rahasianya menjadi Petruk kembali. Kalimasada kemudian kembali kepada Pandawa.
Petruk dan panakawan yang lain: Semar, Gareng dan Bagong selalu hidup di dalam suasan kerukunan sebagai satu keluarga. Bila tidak ada kepentingan yang istimewa, mereka tidak pernah berpisah satu sama lain.Mengenai panakawan, panakawan berarti ”kawan yang menyaksikan” atau pengiring. Saksi dianggap sah, apabila terdiri dari dua orang, yang terbaik apabila saksi tersebut terdiri dari orang-orang yang bukan sekeluarga. Sebagai saksi seseorang harus dekat dan mengetahui sesuatu yang harus disaksikannya. Di dalam pedalangan, saksi atau panakawan itu memang hanya terdiri dari dua orang, yaitu Semar dan Bagong bagi trah witaradya.
Sebelum Snghyang Ismaya menuksma (jawa)/menjelma dalam diri cucunya yang bernama Smarasanta/Smara, kecuali Semar/Smara dengan Bagong yang tercipta dari bayangannya, mereka kemudian mendapatkan Gareng/Bambang Sukskadi dan Petruk/Bambang Panyukilan. Setelah Batara Ismaya manuksma kepada janggan Smarasanta menjadi Semar, maka Gareng dan Petruk tetap menggabungkan diri kepada Semar dan Bagong. Disinilah saat mulai adanya panakawan yang terdiri dari empat orang dan kemudian mendapat sebutan dengan nana ”parepat/prepat”.
Sebelum Snghyang Ismaya menuksma (jawa)/menjelma dalam diri cucunya yang bernama Smarasanta/Smara, kecuali Semar/Smara dengan Bagong yang tercipta dari bayangannya, mereka kemudian mendapatkan Gareng/Bambang Sukskadi dan Petruk/Bambang Panyukilan. Setelah Batara Ismaya manuksma kepada janggan Smarasanta menjadi Semar, maka Gareng dan Petruk tetap menggabungkan diri kepada Semar dan Bagong. Disinilah saat mulai adanya panakawan yang terdiri dari empat orang dan kemudian mendapat sebutan dengan nana ”parepat/prepat”.
Wanda wayang Petruk terdiri dari :
Petruk wanda Jlegong (dibuat pada tahun 1563)
Petruk wanda Jamblang (dibuat pada tahun 1655)
Petruk wanda Mesem ( dibuat pada tahun 1710)
Petruk wanda Manglung.
Petruk wanda Gandrung
Petruk wanda Bujang
Petruk wanda Gugup
Dalam pedalangan Ngayogyakarto :
Jlegong
Bujang
Sambel Goreng
Klantung
Belis
Kancil
Ciri Petruk wanda Jamblang adalah sebagai berikut :
Adegipun Ndegeg (Berdirinya dadanya maju ke depan )
Bahu Padjeg
Djangga ageng (Janggutnya besar)
Praupan ndangan (Wajah menengadah )
Praeyan wiyar (Muka lebar)
Badan ketingan kendo (Badan terlihat bongsor dan longgar)
Ciri Petruk wanda Jlegong :
Adegipun Agrong (Perawakannya Besar/Bongsor)
Bahu ngajeng andhap (Bahu depan rendah)
Djangga celak dan ageng (Dagu pendek dan besar)
Praeyan wiyar (Muka Lebar)
Jaja ageng agrong
Badan ketingal kera
Awak2an limrahipun cemeng ( Badan warna hitam)
Sumber : Museum Wayang Kekayon Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar